Sabtu, 19 Februari 2011

Masih Tetap menjadi Pejalan Kaki

Kota lunpia dan kota lawang sewu mungkin itu yang sering kita dengar selain dengan simpang limanya yang sangat terkenal dulunya dengan pedagang teh poci dan jajanan rakyat plus makanan khas rasa semarang pada Pecel Yu Sri.
Jalan kaki menelusuri sabtu malam yang cukup ramai di daerah simpang lima dengan beraktifitas seramai-ramainya para generasi muda yang seneng banget ngeliat mereka tidak cuma berkumpul nongkrong atau bahkan sekedar parkir dengan menunjukkan Geng motor dan jaket komunitas mereka.
Banyak aku jumpai anak-anak muda yang bergerombol dari mulai berlatih CAPOERA , Remote Kontrol Mobil-mobilan , Sampai Karate pun mereka lakukan ditrotoar bersih yang tersorot lampu megah. Kumpulan anak-anak Hobies fotografi pun dengan semangat mengabadikan momen-momen yang terekam indah sabtu malam itu sepanjang jalan dekat simpang lima.
Kuhisap dan kubakar terus silih berganti rokok bernikotin tinggi dan bercengkeh itu untuk menghangatkan dan mengobati kecanduanku akan batang tembakau ini. Tak berhenti otakku mencatat dan merekam benar-benar tiap langkah kaki yang kulangkahkan dan mata yang terus merekam indah tatapan dan perasaan yang terteduhkan dengan siraman langkah keringat sesaat jalan terus dilangkahkan.
Setelah pecel pincuk Yu sri kusantap dengan liur yang menetes membayangkan dan akhirnya merasakan kenikmatanya akupun bergegas kembali berjalan dengan kawan setia yang telah bertekad mbambung di semarang untuk semalam ini karena kita tidak tahu apakah akan mendapatkan kesempatan langka bebas nan yang pasti akan teringat oleh rekam jejak kaki dan pikiran.
Terhenti aku duduk di TUGU muda dan sudah mulai terasa betis mengeras dan nafas tersengal-sengal untuk memutuskan aku harus mencari kopi untuk mentralisir gejolak detak jantung yang mulai tidak beraturan. Bertemulah saya dengan seorang penjual kopi TUGU Muda Semarang yang menjajakan mendekat ke arah kami meringkuk duduk dan selonjorkan Kaki.
Umurnya baru duapuluh sekian dan sudah mendapatkan satu porsi kehidupan oleh sang MAHA dengan beratnya menurut saya tapi ternyata tidak menurut beliau . Terlihat susah membuka sachet kopi dan menuangnya kedalam gelas plastik bekas air mineral, selalu tercecer dan apalagi pas waktu menuang air dari termos..sepertinya terlihat lelah dan sangat sulit baginya.
Kami mengira beliau itu orang buta tapi ternyata bukan , dan mulailah beliau bercerita tentang keadaanya setelah kami mendekat meracik sendiri kopi pesanan kami.
Kecelakaan telah membuat beliau koma selama tiga bulan karena gegar otak parah dan akhirnya beliau harus menerima kenyataaan saraf separuh tubuhnya terganggu dan terus bercerita tentang hidup dan perjuanganya yang mengandalkan separuh badan aktifnya untuk berjualan kopi sambil menabung tetap semangat berterapi dan tak berhenti berharap suatu saat beliau akan kembali normal seutuhnya.

Sudahlah saya sedih dan marah pada keadaan jika terus menulis tentang beliau karena terlihat sekali betapa tidak bersyukurnya saya dengan apa yang sudah saya miliki selama ini yang jauh lebih lebih baik dari mas adi dan kehidupanya..akhirnya beliau pun berlalu menjajakan kembali kopi dan minuman panas orang-orang yang lagi nongkrong di TUGU MUDA SEMARANG.
Kubakar lagi satu batang rokok surya ku dan kembali kupejamkan mata dan menghisap dengan dalam asapnya meresapi pelajaran hidup yang baru saja diceritakan oleh seorang pejuang hidup sejati. Thankyou SEMARANG , TENGKYU MAS ADI dan Tengkyu Kopinya

0 komentar:

Posting Komentar