Entah ketika melihat kumpulan foto-foto kebersamaan yang sempat terekam oleh kamera digital pinjaman itu seakan miris dan juga marah dan iri ketika hanya bisa mengingat dan melihat momen itu jauh tertinggal di belakang.
Ada saat-saat aku bisa ada di tengah malam pergantian umur anakku yang pertama dengan kue tar seadanya dan tiupan lilin yang dipaksakan anakku bangun ditengah lelap tidurnya, di kamar kontrakan yang sempit hanya bertiga saja, sepi sunyi dan dalam keadaan semuanya terbatas namun kebahagiaan tiada tara bisa aku nikmati disana.
Setiap lelah dan keringat yang keluar ditengah terik panas matahari jakarta yang menyengat dan juga semprotan lumpur para pengguna motor dan mobil ketika hujan seakan terobati dan terhapus begitu saja ketika di depan pintu rumah kontrakan istriku telah berdandan dengan cantiknya begitupun putri tercinta sedang riang belajar jalan mengunyah suapan menu masakan dapur ibunya.
Indah dan menyenangkan ketika mengingat masa itu, dan akupun dengan lahapnya makan malam seadanya yang menurutku adalah karunia terbesar karena semua menu itu adalah menu yang cocok untuk perutku dan lidah ini. tiada hari tanpa keceriaan meski dibalut friksi-friksi kecil mengenai masa depan namun semuanya masih dalam sebuah ruang kita masih bisa bertahan.
Mungkin kejenuhan dan ketidaksiapan menghadapi jakarta dengan status keluarga muda yang dengan penghasilan pas-pasan , utang dari masa ke masa dan tiap akhir bulan miris dengan uang seadanya dan susu yang makin menipis.
Dari tingkat derajat sosial pun tidak ada lah arti dari orang sekitar dan terdekat, ibarat kita memang sedang berada dalam kasta terendah trah kekuasaan dan silsilah. Sederhana saja, baru dua tahun waktu itu kita hidup bersama dan harus dituntut ini itu seperti yang sudah bertahun-tahun hidup tertata.
Kembali kepada masa sekarang, aku terpencar dari keluargaku. Aku sendiri tetap berjuang sebagai kepala keluarga yang harus menghidupi keluarga masih juga harus mencari sesuap nasi di jakarta, istriku pun sedang mewujudkan mimpinya untuk kembali ke malang dan juga dalam impianya adalah perwujudan mimpiku juga, Namun karena keterbatasan yang aku punya , aku tidak bisa mewujudkan keinginan mereka untuk dua dapur alias menyediakan rumah kontrakan.
Istriku harus menerima kenyataan hanya bisa kos yang itu adalah pilihan paling bisa aku wujudkan sekarang ini. Dengan anakku yang semakin besar ,keinginan untuk bersatu pun juga semakin besar,sampe pada satu titik aku menyerahkan semuanya kepada jalan hidup dengan aku terus berdoa dan berkehendak aku pengen beri mereka rumah kontrakan.
Dimana anakku dan istriku bisa kembali berkumpul meskipun aku belum bisa untuk bergabung menjadi keluarga lagi,karena memang aku belum ada pilihan dan sedang mencari pilhan untuk bisa kembali ke tengah-tengah keluarga dan menjadi satu kembali.
Jalan itu sudah ada, namun aku hanya kuatir jika keinginanku untuk mengontrakkan rumah di malang akan terkendala entah apa itu aku tidak tahu.Ya Allah,ini niatku dan engkau mendengarkan dengan mengirimkan rizkimu, namun aku juga hanya berusaha mudah-mudah2an memang rizki itu untuk anak istriku.
Happy hours will last forever, but forever for happines always be every hours i 'll reach
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tautan Kawan
|Istriku| |Alit02| |AREMASENAYAN| |Imran| |aryo pinandito| |Bang Edo| |bang epat| |brawijaya university| |elektro brawijaya| |kamusku| |kang IBOR| |mas yayan| |neysa| |pecasndahe| |sani02| |teknik brawijaya| |wirawan| |NYAHOOK| |Gentenk02| |Mas GP| |Bang Susee| |Mas TINTIN| |TUHU||SamEkoRongewu||MbakDOS||Faniez||Kang Feri||TrueLifeInstitut|
Category
- AremaFC (1)
- aremaniasenayan (1)
- blog (1)
- blogging (17)
- Feri Febriandani (1)
- fiksi (1)
- Life Story (15)
- motivated Story (8)
- nurdin turun (1)
- personal (9)
- PSSI (1)
- REVOLUSI (1)
- salihara (1)
- semarang (2)
- truelifeinstitut (1)
0 komentar:
Posting Komentar